KONSEP PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

KONSEP PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

A.      Pengembangan Pembelajaran Matematika
Sampai saat ini, tidak ada pendapat yang seragam mengenai pengertian matematika. Sebagian orang menganggap bahwa matematika tidak lebih dari sekedar berhitung dengan menggunakan rumus dan angka-angka. Namun, sebagaimana halnya musik bukan sekedar bernyanyi, matematika bukan pula sekedar berhitung atau berkutat dengan rumus-rumus dan angka-angka. Herman Hudojo (1979: 97) mengemukakan bahwa matematika berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur dan hubungannya yang diatur dengan konsep-konsep abstrak. Sementara Slamet Dajono (1976: 10) memberikan 3 macam pengertian elementer mengenai matematika sebagai berikut.
1.             Matematika sebagai ilmu pengetahuan tentang bilangan dan ruang.
2.             Matematika sebagai studi ilmu pengetahuan tentang klasifikasi dan konstruksi berbagai struktur dan pola yang dapat diimajinasikan.
3.             Matematika sebagai kegiatan yang dilakukan oleh para matematisi.

Lepas dari berbagai pendapat yang tampak berbeda mengenai pengertian matematika tersebut, tetap dapat ditarik ciri-ciri atau karakteristik yang sama. Menurut Soedjadi (1999:13), karakteristik matematika adalah: memiliki objek abstrak, bertumpu pada kesepakatan, berpola pikir deduktif, memiliki simbol yang kosong arti, memperhatikan semesta pembicaraan, dan konsisten dalam sistemnya.
Menurut Bell (1981: 108), objek matematika terdiri atas fakta, keterampilan, konsep, dan prinsip. Berikut adalah uraian mengenai objek-objek matematika tersebut.
1.       Fakta
Fakta adalah semua kesepakatan dalam matematika, seperti simbol-simbol matematika. Siswa dikatakan memahami fakta apabila ia telah dapat menyebutkan dan menggunakannya secara tepat.
2.       Keterampilan
Keterampilan adalah operasi atau prosedur yang diharapkan dapat dikuasai siswa secara cepat dan tepat. Siswa dikatakan menguasai keterampilan apabila ia dapat menunjukkan keterampilan tersebut secara tepat, dapat menyelesaikan berbagai jenis masalah yang memerlukan keterampilan tersebut, dan menerapkan keterampilan tersebut ke dalam berbagai situasi.
3.       Konsep
Konsep adalah ide abstrak yang memungkinkan seseorang dapat menentukan apakah suatu objek atau kejadian merupakan contoh atau bukan contoh konsep. Siswa dikatakan menguasai konsep apabila ia mampu mengidentifikasi contoh dan noncontoh konsep.
4.       Prinsip
Prinsip adalah rangkaian beberapa konsep secara bersama-sama beserta hubungan (keterkaitan) antarkonsep tersebut. Siswa dikatakan menguasai prinsip apabila ia dapat mengidentifikasi konsep-konsep yang terkandung di dalam prinsip tersebut, menentukan hubungan antarkonsep, dan menerapkan prinsip tersebut ke dalam situasi tertentu.

Soedjadi (1999: 138) mengemukakan bahwa matematika adalah salah satu ilmu dasar, baik aspek terapannya maupun aspek penalarannya mempunyai peranan yang penting dalam upaya penguasaan ilmu dan teknologi. Ini berarti sampai batas tertentu, matematika perlu dikuasai oleh segenap warga negara Indonesia, baik terapannya maupun pola pikirnya. Itulah alasan penting mengapa matematika perlu diajarkan di setiap jenjang sekolah. Mengingat begitu luasnya materi matematika, maka perlu dipilih materi-materi matematika tertentu yang akan diajarkan di jenjang sekolah. Materi matematika yang dipilih itu kemudian disebut matematika sekolah.
Matematika sekolah adalah unsur-unsur atau bagian-bagian dari matematika yang dipilih berdasarkan atau berorientasi kepada kepentingan pendidikan dan perkembangan IPTEK. Dengan demikian menurut Soedjadi (1999: 37), matematika sekolah tidak sama dengan matematika sebagai ilmu dalam hal penyajiannya, pola pikirnya, keterbatasan semestanya, dan tingkat keabstrakannya. Untuk mempermudah penyampaiannya, penyajian butir-butir matematika harus disesuaikan dengan perkiraan perkembangan intelektual siswa, misalnya dengan menurunkan tingkat keabstrakannya, atau dalam batas-batas tertentu menggunakan pola pikir induktif, khususnya untuk siswa di sekolah tingkat rendah, mengingat mereka belum dapat berpikir secara abstrak dan menggunakan pola pikir deduktif.
Pembelajaran matematika di sekolah tidak hanya dimaksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan matematika yang bersifat material, yaitu untuk membekali siswa agar menguasai matematika dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Namun lebih dari itu, pembelajaran matematika juga dimaksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan matematika yang bersifat formal, yaitu untuk menata nalar siswa dan membentuk kepribadiannya.
Pembelajaran matematika hendaknya dirancang sedemikian rupa sehingga tidak hanya dimaksudkan untuk mencapai tujuan dalam ranah kognitif, tetapi juga untuk mencapai tujuan dalam ranah afektif dan psikomotor. Pembelajaran matematika yang baik tidak hanya dimaksudkan untuk mencerdaskan siswa, tetapi juga dimaksudkan untuk menghasilkan siswa yang berkepribadian baik. Hal ini dapat dimengerti, sebab menurut Soedjadi (1999:173), tidak semua siswa yang menerima pelajaran matematika pada akhirnya akan tetap menggunakan atau menerapkan matematika yang dipelajarinya. Padahal hampir semua siswa memerlukan penalaran dan kepribadian yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini, tugas guru matematika sangat strategis. Ia dituntut untuk dapat merancang pembelajaran matematika sedemikian rupa sehingga dapat membantu siswa dalam mengembangkan sikap dan kemampuan intelektualnya, sehingga produk dari pembelajaran matematika tampak pada pola pikir yang sistematis, kritis, kreatif, disiplin diri, dan pribadi yang konsisten. Selama ini, pembelajaran matematika di sekolah lebih mengutamakan pencapaian tujuan pendidikan matematika yang bersifat material, tetapi kurang memperhatikan pencapaian tujuan pendidikan matematika yang bersifat formal, yakni untuk menata nalar siswa dan membentuk kepribadiannya. Hal ini dapat dipahami, mengingat tidak sedikit guru yang melaksanakan pembelajaran semata-mata untuk menyampaikan materi pelajaran atau transfer pengetahuan.
Menurut Bishop (2000), masih sedikit guru yang mengetahui bagaimana pengaruh pembelajaran yang telah dilaksanakan dan bagaimana merancang pembelajaran matematika sehingga dapat mengembangkan nilainilai matematika pada siswa. Bahkan pada umumnya guru kurang mengetahui adanya nilai-nilai matematika. Menurut Bishop (2000), values in mathematics education is the deep affective qualities which education fosters through the school subject of  mathematics. Nilai-nilai dalam pendidikan matematika merupakan komponen penting dalam pembelajaran matematika di kelas. Nilai-nilai itu dapat dibelajarkan kepada siswa baik secara implisit maupun eksplisit dalam pembelajaran matematika di kelas. Misalnya, melalui rangkaian langkah-langkah pemecahan masalah dalam matematika, siswa dilatih untuk bersikap kritis, cermat, runtut, analitis, rasional, dan efisien.
Dalam pembelajaran matematika yang dikembangkan guru selama ini, tujuan pendidikan matematika yang bersifat formal, yaitu untuk membentuk nalar dan kepribadian siswa, diharapkan dapat tercapai dengan sendirinya. Melalui pembelajaran matematika, diharapkan siswa secara otomatis dapat tertata nalarnya, dapat berpikir kritis, logis, cermat, analitis, runtut, sistematis, dan konsisten dalam bersikap.
Perencanaan pembelajaran matematika yang demikian menurut Soedjadi (1999: 66) disebut perencanaan pembelajaran by-chance. Pembelajaran yang demikian tentu saja masih diperlukan. Namun, seiring perkembangan matematika yang begitu pesat serta diperlukannya matematika dan pola pikirnya dalam berbagai bidang, maka guru perlu secara sengaja merancang pembelajaran yang memungkinkan untuk membelajarkan nilai-nilai edukatif dalam matematika secara aktif kepada siswa. Perencanaan pembelajaran yang demikian menurut Soedjadi (1999: 66) disebut perencanaan pembelajaran by-design. Guru secara sengaja mendesain pembelajaran matematika yang memungkinkan di dalamnya terdapat aktivitas-aktivitas yang dapat mendukung tumbuh kembangnya kepribadian siswa. Nilai-nilai yang dibelajarkan kepada siswa di kelas sedapat mungkin juga mencakup nilai-nilai yang berkembang di masyarakat secara umum. Misalnya, melalui aktivitas diskusi, siswa dilatih untuk menghargai dan mengkritisi pendapat orang lain, menghargai kesepakatan, dan berlatih mengemukakan pendapat dengan argumentasi yang kuat.

B.      Contoh Pembelajaran Matematika
Berikut diberikan contoh pembelajaran matematika, pada topik bilangan, yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan intuisi anak, melalui permainan tebak angka.Mintalah siswa untuk memikirkan suatu bilangan. Berikan pertanyaan pertanyaan selidik untuk menebak bilangan yang dipikirkan anak tersebut, seperti berikut ini.

Guru           : Coba pikirkan suatu bilangan.
Anal           : ya (anak memikirkan suatu bilangan)
Guru           : Apakah bilangan itu lebih besar dari 25?
Siswa         : Tidak...
Guru           : Apakah bilangan itu terletak antara 10 dan 20?
Siswa         : ya
Guru           : Apakah bilangan itu genap?
Siswa         : ya

Dan seterusnya, hingga guru dapat menebak bilangan yang dipikirkan anak. Setelah guru dapat menebak bilangan yang dipikirkan oleh anak, selanjutnya siswa diminta untuk menebak suatu bilangan yang dipikirkan guru dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan selidik serupa. Guru dapat juga menggunakan media pembelajaran, seperti gambar berikut ini, untuk membelajarkan matematika. Siswa diminta untuk menjelaskan alasan jawabannya.
Untuk membelajarkan konsep perkalian, kepada siswa dapat dihadirkan beberapa benda real yang tersusun menurut aturan tertentu, misalnya satu ‘kotak’ teh botol (berisi 24 botol) yang tersusun empat-empat seperti berikut ini.
Melalui aktivitas diskusi kelompok, siswa diminta untuk menghitung banyaknya gelas dalam kotak tersebut. Kemungkinan besar siswa akan menjawab 24, meskipun dengan cara-cara yang mungkin berbeda. Siswa diminta untuk menjelaskan cara mereka menjawab. Guru dapat menanyakan kepada siswa bagaimana cara menghitung gelas-gelas tersebut dengan cepat (tanpa menghitung satu-persatu). Beberapa kemungkinan jawaban siswa adalah:
Ø   Siswa menghitung satu persatu semua gelas yang ada sehingga diperoleh hasil 24.
Ø   Siswa memperhatikan pola susunan gelas dan menjawab sebagai berikut. Karena ‘empatnya ada enam’, maka banyaknya semuan gelas adalah 4+4+4+4+4+4 yang sama dengan 24 atau karena ‘enamnya ada empat, maka banyaknya semua gelas adalah 6+6+6+6 yang sama dengan 24 juga.
Ø   Siswa langsung mengalikan: 6 x 4 = 24.
Ø   dan lain sebagainya.

C.      Penutup

Dibutuhkan kreativitas bagi guru untuk mengembangkan pembelajaran matematika yang menarik dan dapat menumbuhkan kreativitas siswa. Untuk tujuan tersebut guru dapat menggunakan media pembelajaran. Media pembelajaran yang baik tidak identik dengan kemahalannya. Guru dapat menggunakan benda-benda sederhana yang mudah didapat sebagai media pembelajaran. Pemanfaatan media pembelajaran tersebut dapat dikombinasikan dengan aktivitas permainan, sehingga pembelajaran terasa lebih hidup. Pembelajaran yang demikian, perlu terus menerus dikembangkan, sehingga setahap demi setahap diharapkan akan menjadikan matematika sebagai pelajaran yang disenangi siswa. Semoga.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

LAPORAN HASIL PENGUJIAN LARUTAN DENGAN KERTAS LAKMUS

PROPOSAL PAMERAN KEBUDAYAAN

MAKALAH SISTEM REGULASI MANUSIA