MAKALAH TENTANG ANALISIS LATAR BELAKANG DILAKSANAKANNYA TANAM PAKSA
KATA PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis berhasil menyelesaikan Makalah ini yang
alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Latar Belakang Dilaksanakannya
Sistem Tanam Paksa”
Makalah
ini berisikan tentang informasi Sistem Tanam Paksa, yang nantinya penulis
berharap para pembaca dapat mendapat informasi dan memperdalam pengetahuan
tentang Sistem Tanam Paksa.
Penulis
menyadari bahwa Makalah ini
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak
yang bersifat membangun selalu penulis harapkan demi kesempurnaanMakalah ini. Akhir kata,
penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan Makalah ini
dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita.
Amin.
Penulis
DAFTAR ISI
Cover ...................................................................................................................
Kata
Pengantar .......................................................................................................
Daftar
Isi .................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang ..........................................................................................
B.
Rumusan masalah ..................................................................................
C.
Tujuan .....................................................................................................
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Latar belakang tanam paksa ...................................................................
B.
Pelaksanaan sistem tanam paksa ...........................................................
C.
Luas penanaman dan jenis tanaman ......................................................
D.
Dampak tanam paksa ..............................................................................
E.
Pengaruh sistem tanam paksa ................................................................
F.
Tokoh-tokoh penentang tanam paksa ....................................................
G.
Penghapusan sistem tanam paksa ............................................................
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................
Daftar
Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setelah pemerintahan Hindia Belanda digantikan oleh
pemerintahan Inggris, yaitu pada tahun 1811, Inggris mulai menanamkan
kekuasaannya di Indonesia. Pada masa pemerintahan Inggris yang paling
terkenal adalah masa pemerintahan Raffles. Masa pemerintahan Inggris terbilang
cukup singkat yaitu hanya lima tahun terhitung mulai tahun 1811 sampai dengan
1816.
Tujuan utama Raffles adalah untuk mengembangkan kekuasaan
Inggris. Kebijakan Rafles yang terkenal adalah sistem sewa tanah, yaitu sistem
pertanian dimana para petani atas kehendaknya sendiri menanam dagangan (cash
crops) yang dapat diekspor keluar negeri.
Setelah pemerintahan Inggris berakhir, yaitu pada tahun
1816, Indonesia kembali dikuasai oleh Pemerintahan Hindia-Belanda. Pada masa
”kedua” penjajahan ini, yang sangat terkenal adalah sistem tanam paksa yang
diterapkan oleh Van den Bosch. Pelaksanaannya pun dimulai pada tahun 1830.
Terdapat ketentuan-ketentuan dalam pelaksanaan sistem tanam paksa tersebut.
Namun pada akhirnya, dalam praktek sesungguhnya terdapat banyak
penyimpangan-penyimpangan.
Terdapat perbedaan antara penerapan sistem sewa tanah yang
dilaksanakan oleh Raffles serta sistem tanam paksa yang dilaksanakan oleh Van
den Bosch. Keduanya membawa dampak yang tidak sedikit bagi kehidupan gangsa
Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang yang ada di atas, maka dapat
dirumuskan permasalahan, yaitu:
1.
Latar belakang pelaksanaan sistem
sewa tanah, tujuan pelaksanaannya, kegagalan pelaksanaan sistem sewa tanah oleh
Raffles, serta dampak pelaksanaan system sewa tanah.
2.
Latar belakang pelaksanaan sistem
tanam paksa, pelaksanaan sistem tanam paksa, serta penghapusan (dampak) tanam
paksa.
C. Tujuan
1)
Menjelaskan jalannya tanam paksa
yang terjadi di Indonesia.
2)
Menjelaskan keuntungan Belanda
dalam menyuruh petani utuk menanam kopi.
3)
Menjelaskan dampak dan pengaruh
yang disebabkan tanam paksa , baik bagi Indonesia maupun bagi Belanda.
4)
Mengetahui tokoh-tokoh yang
menentang sekaligus menghapus sistem tanam paksa di Indonesia.
5)
Menjelaskan bagaimana tanam paksa
dapat di hapuskan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Tanam
Paksa
a. Motif Tanam Paksa
Pelaksanaan sistem tanam paksa (culturstelsel) sebenarnya
merupakan usaha Pemerintah Hindia Belanda dalam memperbaiki keungan di Hindia
Belanda. Usaha tersebut sebenarnya sudah dilakukan sejak masa pemerintahan Van
der Capellen (1819-1825). Usaha-usaha Belanda tersebut semakin mendapat
hambatan karena persaingan dagang dengan pihak Inggris. Apalagi setelah
berdirinya Singapura pada tahun 1819, menyebabkan peranan Batavia dalam
perdagangan semakin kecil di kawasan Asia Tenggara. Untuk kawasan Indonesia
sendiri diperparah dengan jatuhnya harga kopi dalam perdagangan Eropa. Karena
kopi merupakan produk ekspor andalan pendapatan utama bagi Belanda.
Selain itu, di negeri Belanda sendiri pecah Perang Belgia
pada tahun 1830. Perang ini berakhir dengan kemerdekaan Belgia (memisahkan diri
dari Belanda) dan menyebabkan keruntuhan keuangan Belanda. Di Indonesia,
Belanda juga mendapatkan serangan, yaitu Perang Diponegoro (1825-1830) yang
merupakan perang termahal bagi pihak Belanda dalam menghadapi perlawanan dari
pihak pribumi.
b. Ciri
dan Ketentuan Sistem Tanam Paksa
Ciri utama dari pelaksanaan sistem tanam paksa adalah
keharusan bagi rakyat untuk membayar pajak dalam bentuk pajak in natura,
yaitu dalam bentuk hasil-hasil pertanian mereka. Pada hakikatnya sistem taman
paksa ini adalah penerapan kembali sistem penanaman wajib yang berlaku di
Parahyangan selama 1810-1830.
Ketentuan-ketentuan sistem tanam paksa, terdapat dalam
Staatblad (lembaran negara) tahun 1834 No. 22, lebih kurang 4 tahun setelah
pelaksanaan sistem tanam paksaKetentuan pokok sistem tanam paksa, antara lain:
a)
Orang-orang Indonesia akan
menyediakan sebagian dari tanah sawahnya untuk ditanami tanaman yang laku di
pasar Eropa seperti kopi, teh, tebu, dan nila. Tanah yang diserahkan itu tidak
lebih dari seperlia dari seluruh sawah desa;
b)
Bagian tanah yang disediakan
sebanyak seperlima luas sawah itu bebas dari pajak;
c)
Pekerjaan untuk memelihara tanaman
tersebut tidak boleh melebihi lamanya pekerjaan yang diperlukan untuk memelihara
sawahnya sendiri;
d)
Hasil dari tanaman tersebut
diserahkan kepada Pemerintah Belanda dan ditimbang.. Jika harganya ditaksir
melebihi harga sewa tanah yang harus dibayar oleh rakyat, maka lebihnya
tersebut akan dikembalikan kepada rakyat. Hal ini bertujuan untuk memacu para
penanam supaya bertanam dan memajukan tanaman ekspor;
e)
Terdapat pembagian tugas yang
jelas, yaitu ada yang bertugas menanam saja, ada yang memungut hasil, ada yang
bertugas mengirim hasil ke pusat, dan ada yang bekerja di pabrik. Pembagian ini
bertujuan untuk menghindari agar tidak ada tenaga yang harus bekerja sepanjang
tahun terus-menerus;
f)
Tanaman yang rusak akibat bencana
alam, dan bukan akibat kemalasan atau kelalaian rakyat, maka akan ditangggung
oleh pihak pememrintah;
g)
Bagi para penduduk yang tidak
mempunyai tanah akan dipekerjakan pada perkebunan milik pemerintah selama 65
hari dalam setahun;
h)
Pelaksanaan tanam paksa diserahkan
kepada pegawai-pegawai pribumi, dan pihak pegawai Eropa hanya sebagai pengawas.
B. Pelaksanaan Sistem
Tanam Paksa
a.
Penyimpangan pelaksanaan sistem
tanam paksa
b)
Dalam pelaksanaan sistem tanam
paksa, ketentuan yang sudah dibuat berbeda dengan apa yang terjadi di lapangan.
Terdapat penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan sistem tanam paksa
tersebut. Penyimpangan-penyimpangan tersebut, antara lain:
1)
Perjanjian tersebut seharusnya
dilakukan dengan sukarela, tetapi dalam pelaksanannya dilakukan dengan cara
paksaan. Pemerintah kolonial memanfaatkan pejabat-pejabat lokal seperti bupati
dan kepala-kepala daerah untuk memaksa rakyat agar menyerahkan tanah mereka;
2)
Di dalam perjanjian, tanah yang
digunakan untuk Culturstelsel adalah seperlia sawah, namun dalam
prakteknya dijumpai lebih dari seperlima tanah, yaitu sepertiga atau setengah
sawah
3)
Waktu untuk bekerja untuk tanaman
yang dikehendaki pemerintah Belanda, jauh melebihi waktu yang telah ditentukan.
Waktu yang ditentukan adalah 65 hari dalam setahun, namun dalam pelaksanaannya
adalah 200 sampai 225 hari dalam setahun;
4)
Orang yang dipekerjakan berasal
dari tempat-tempat yang jauh dari kampungnya, padahal manakan harus disediakan
sendiri;
5)
Tanah yang digunakan untuk
penanaman tetap saja dikenakan pajak sehngga tidak sesuai dengan perjanjian;
6)
Kelebihan hasil tidak dikembalikan
kepada rakyat atau pemilik tanah, tetapi dipaksa untuk dijual kepada pihak
Belanda dengan harga yang sangat murah;
7)
Dengan adanya sistem persen yang
diberikan kepada para pejabat lokal, maka para pejabat itu memaksa
orang-orangnya supaya tanamannnya bisa menghasilkan lebih banyak;
8)
Tanaman pemerintah harus
didahulukan baru kemudian menanam tanaman mereka sendiri. Kadang-kadang waktu
untuk menanam; tanamannya sendiri itu tinggal sedikit sehingga hasilnya kurang
maksima;
9)
Kegagalan panen tetap menjadi
tanggung jawab para pemilik tanah.
C. Luas penanaman dan
jenis tanaman
Tanah yang dipergunakan untuk kepentingan tanam paksa
sebenarnya tak pernah mencakup seluruh tanah pertanian yang ada di Jawa. Paling
luas pada tahun 1845 hanya menempati sekitar 5% dari seluruh tanah pertanian
dan seperlima dari persawahan yang ada. Sekalipun areal yang digunakan relative
terbatas, namun sistem tanam paksa mempengaruhi seluruh karakter sistem
administrasi kolonial.
Pembagian luas tanah untuk penanaman paksa menurut jenis
tanaman dalam tahun 1833:
Jenis Tanaman
|
Luas Tanah (dalam
bahu)
|
Tebu
|
32,722
|
Nila (indigo)
|
22,141
|
The
|
324
|
Tembakau
|
286
|
Kayu Manis
|
30
|
Kapas
|
5
|
Jenis tanaman pokok yang harus ditanam pada lahan yang
telah ditentukan, antara lain kopi, tebu, teh, dan nila. Dari tabel di atas
dapat dilihat bahwa kedua tanaman eksport yang terpenting adalah tebu dan nila
(indigo)
D. Dampak
Tanam Paksa
Dampak
tanam paksa bagi Belanda lebih condong memperoleh keuntungannya :
a.
Meningkatnya hasil tanaman ekspor
dari negeri jajahan dan dijual Belanda di pasaran Eropa.
b.
Perusahaan pelayaran Belanda yang
semula hampir mengalami kerugian, tetapi pada masa tanam paksa mendapatkan
keuntungan.
c.
Belanda mendapatan keuntungan yang
besar, keuntungantanam paksa pertama kali pada tahun 1834 sebesar 3 juta
gulden, pada tahun berikutnya rata-rata sekitar 12 sampai 18 juta gulden.
d.
Kas belanda yang semula kosong
dapat dipenuhi.
e.
Penerimaan pendapatan melebihi
anggaran belanja.
f.
Belanda tidak mengalami kesulitan
keuangan lagi dan mampu melunasi utang-utang Indonesia.
g.
Menjadikan Amsterdam sebagai pusat
perdagangan hasil tanaman tropis.
Dampak
tanam paksa bagi bangsa Indonesia sendiri sangat merugikan bangsa ,antara lain
:
a.
Kemiskinan dan penderitaan fisik
dan mental yang berkepanjangan.
b.
Beban pajak yang berat.
c.
Pertanian, khusunya padi banyak
mengalami kegagalan panen.
d.
Kelaparan dan kematian terjadi di
mana-mana.
e.
Pemaksaan bekerja sewenang-wenang
kepada penduduk pribumi.
f.
Jumlah penduduk Indonesia menurun.
g.
Segi positifnya, rakyat Indonesia
mengenal teknik menanam jenis-jenis tanaman baru.
h.
Rakyat Indonesia mulai mengenal
tanaman dagang yang laku dipasaran ekspor Eropa.
i.
Memperkenalkan teknoligo
multicrops dalam pertanian.
E. Pengaruh Sistem
Tanam Paksa
1. Bidang Sosial
a.
Dalam bidang pertanian, khususnya
dalam struktur agraris tidak mengakibatkan adanya perbedaan antara majikan dan
petani kecil penggarap sebagai budak, melainkan terjadinya homogenitas sosial
dan ekonomi yang berprinsip pada pemerataan dalam pembagian tanah.
b.
Ikatan antara penduduk dan desanya
semakin kuat hal ini malahan menghambat perkembangan desa itu sendiri.Penduduk
lebih senang tinggal di desanya, mengakibatkan terjadinya keterbelakangan dan
kurangnya wawasan untuk perkembangan kehidupan penduduknya.
c.
Tanam paksa secara tidak sengaja
juga membantu kemajuan bagi bangsa Indonesia, dalam hal mempersiapkan
modernisasi dan membuka jalan bagi perusahaan-perusahaan partikelir bagi bangsa
Indonesia sendiri.
d.
Peranan bahasa melayu dan bahasa
daerah dikalangan penguasa
2. Bidang Ekonomi
a.
Dengan adanya tanam paksa tersebut
menyebabkan pekerja mengenal sistem upah yang sebelumnya tidak dikenal oleh
penduduk, mereka lebih mengutamakan sistem kerjasama dan gotongroyong terutama
tampak di kota-kota pelabuhan maupun di pabrik-pabrik gula.
b.
Dalam pelaksanaan tanam paksa,
penduduk desa diharuskan menyerahkan sebagian tanah pertaniannya untuk ditanami
tanaman eksport, sehingga banyak terjadi sewa menyewa tanah milik penduduk
dengan pemerintah kolonial secara paksa. Dengan demikian hasil produksi tanaman
eksport bertambah,mengakibatkan perkebunan-perkebunan swasta tergiur untuk ikut
menguasai pertanian di Indonesia di kemudian hari.
c.
Akibat lain dari adanya tanam
paksa ini adalah timbulnya “kerja rodi” yaitu suatu kerja paksa bagi penduduk
tanpa diberi upah yang layak, menyebabkan bertambahnya kesengsaraan bagi
pekerja. Kerja rodi oleh pemerintah kolonial berupa pembangunan-pembangunan
seperti; jalan-jalan raya, jembatan, waduk, rumah-rumah pesanggrahan untuk
pegawai pemerintah kolonial, dan benteng-benteng untuk tentara kolonial.
F. Tokoh-Tokoh
Penentang Tanam Paksa
Golongan
yang menentang tanam paksa di Indonesia sendiri terdiri atas golongan bawah
yang merasa iba mendengar keadaan petani yang menderita akibat tanam
paksa. Mereka menghendaki agar tanam paksa dihapuskan berdasarkan peri
kemanusiaan. Kebanyakan dari mereka diilhami oleh ajaran agama. Sementara itu
dari golongan menengah yang terdiri dari pengusaha dan pedagang swasta yang
menghendaki agar perekonomian tidak saja dikuasai oleh pemerintah namun bebas
kepada penanam modal. Tokoh Belanda yang menentang pelaksanaan Sistem tanam
paksa di Indonesia, antara lain sebagai berikut:
1. Eduard Douwes Dekker (1820–1887)
Eduard
Douwes Dekker atau Multatuli sebelumnya adalah seorang residen di Lebak,
(Serang, Jawa Barat). Ia sangat sedih menyaksikan betapa buruknya nasib bangsa
Indonesia akibat sistem tanam paksa dan berusaha membelanya. Ia mengarang
sebuah buku yang berjudul Max Havelaar (lelang kopi perdagangan Belanda) dan
terbit pada tahun 1860. Dalam buku tersebut, ia melukiskan penderitaan rakyat
di Indonesia akibat pelaksanaan sistem tanam paksa. Selain itu, ia juga mencela
pemerintah Hindia-Belanda atas segala kebijakannya di Indonesia. Eduard Douwes
Dekker mendapat dukungan dari kaum liberal yang menghendaki kebebasan.
Akibatnya, banyak orang Belanda yang mendukung penghapusan Sistem Tanam Paksa.
2. Baron van Hoevell (1812–1870)
Selama
tinggal di Indonesia, Baron van Hoevell menyaksikan penderitaan bangsa
Indonesia akibat sistem tanam paksa. Baron van Hoevell bersama Fransen van de
Putte menentang sistem tanam paksa. Kedua tokoh itu juga berjuang keras
menghapuskan sistem tanam paksa melalui parlemen Belanda.
3. Fransen van der Putte (1822-1902)
Fransen
van der putte yang menulis 'Suiker Contracten' sebagai bentuk protes terhadap kegiatan
tanam paksa.
4. Golongan Pengusaha
Golongan
pengusaha menghendaki kebebasan berusaha, dengan alasan bahwa sistem tanam
paksa tidak sesuai dengan ekonomi liberal. Akibat reaksi dari orang-orang
Belanda yang didukung oleh kaum liberal mulai tahun 1865 sistem tanam paksa
dihapuskan.
G. Penghapusan
Sistem Tanam Paksa
Dampak
Sistem Tanam Paksa
Dampak
dari diperkenalkannya Sistem Tanam Paksa dapat dirangkum sebagai berikut:
a.
Produksi tanaman perdagangan untuk
pasar Eropa meningkat luar biasa. Produksi padi dan tanaman
perdagangan untuk pasar lokal mandek atau memburuk
b.
Meningkatnya tekanan atas tanah,
tetapi tekanan atas tenaga kerjalah yang melupakan ciri paling penting dari
sistem ini.
c.
Permintaan yang meningkat akan
tenaga kerja ini tidak hanya melupakan akibat dari sistem baru berupa kerja
paksa, tetapi juga akibat meningkatnya ketergantungan pada kerja kuli membangun
jalan, jembatan, irigasi, pelabuhan, benteng, gedung, dan pabrik, serta
permintaan akan transportasi dan tenaga kerja di bidang industry. Prasarana
yang lebih baik merupakan salah satu dampak sampingan itu.
d.
Moneterisasi yang semakin
meningkat adalah soal lain lagi. Ini tentu tidak berarti bahwa jawa sebelum
1830 adalah sebuah Naturalwirtschaft.
e.
Kedudukan para bupati dinaikan
bersamaan dengan penerimaan mereka pada budi daya dan peran baru mereka sebagai
pengawas tanaman yang diwajibkan sistem tanam paksa.
f.
Kepala desa kini diawasi lebih
ketat, terutama oleh pengumpul pajak dari pihak belanda. Keadaan ekonomi
pengumpul pajak ini mengalami perbaikan karena ia juga mendapat bagian dari
barang rampasan itui (persentase budi daya).
g.
Perubahan pemilikan tanah pribumi
secara turun temurun tetap berjalan
h.
Sistem ini menghasilkan cukup
banyak bahan statistic. Di sini saya hanya menyebut laporan budidaya tahunan
(cultuur verslag, disingkat CV) sejak tahun 1834, dan laporan Kolonial
tahunan (koloniaal verslag, disingkat KV) sejak 1849.
b)
Jika kita melihat dampak tanam
paksa yang dijalankan oleh Van den Bosc, maka pihak Belandalah yang mendapatkan
dampak keuntungan dari dilaksanakannya sistem ini. Sedangkan yang diterima oleh
bangsa Indonesia sendiri hanya semakin merosotnya kesejahteraan hidup. Namun
dari sekian bnayak dampak negatif, masih terdapat dampak postif yang dirasakan
oleh bangsa Indonesia meskipun hal tersebut terlalu dipaksakan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sistem sewa tanah dijalankan oleh Inggris, yaitu pada masa
pemerintahan Gubernur Jenderal Stamford Raffles. Dalam usahanya untuk
menegakkan suatu kebijaksanaan kolonial yang baru, Raffles ingin berpatokan
pada tiga azas, antara lain:
a.
Segala bentuk dan jenis penyerahan
wajib maupun pekerjaan rodi perlu dihapuskan dan rakyat tidak dipaksa untuk
menanam satu jenis tanaman, melainkan mereka diberi kebebasan untuk menentukan
jenis tanaman apa yang akan ditanam;
b.
Peranan para bupati sebagai
pemungut pajak dihapuskan dan sebagai gantinya mereka dijadikan bagian integral
dari pemerintahan kolonial dengan fungsi-fungsi pememrintahan yang sesuai,
perhatia mereka harus terpusat pada pekerjaan-pekerjaan umum yang dapat
meningkatkan kesejahteraan rakyat.
c.
Para petani yang menggarap tanah
dianggap sebagai penyewa tanah milik pemerintah. Untuk penyewaan tanah ini para
petani diwajibkan membayar sewa tanah atau pajak atas pemakaian tanah pemerintah.
d.
Pelaksanaan sistem sewa tanah yang
diperkenalkan oleh Gubernur Jenderal Stamford Raffles mengandung tujuan sebagai
berikut:
e.
Para petani dapat menanam dan
menjual hasil panennya secara bebas untuk memotovasi mereka agar bekerja lebih
giat sehingga kesejahteraannya mejadi lebih baik;
f.
Daya beli masyarakat semakin
meningkat sehingga dapat membeli baranng-barang industri Inggris;
g.
Pemerintah kolonial mempunyai
pemasukan negara secara tetap;
h.
Memberikan kepastian hukum atas
tanah yang dimiliki petani;
i.
Secara bertahap untuk mengubah
sistem ekonomi barang menjadi ekonomi uang.
Pelaksanaan sistem tanam paksa (culturstelsel) sebenarnya
merupakan usaha Pemerintah Hindia Belanda dalam memperbaiki keungan di Hindia
Belanda. Usaha tersebut sebenarnya sudah dilakukan sejak masa pemerintahan Van
der Capellen (1819-1825). Usaha-usaha Belanda tersebut semakin mendapat
hambatan karena persaingan dagang dengan pihak Inggris. Apalagi setelah
berdirinya Singapura pada tahun 1819, menyebabkan peranan Batavia dalam perdagangan
semakin kecil di kawasan Asia Tenggara. Untuk kawasan Indonesia sendiri
diperparah dengan jatuhnya harga kopi dalam perdagangan Eropa. Karena kopi
merupakan produk ekspor andalan pendapatan utama bagi Belanda.
Dampak dari diperkenalkannya Sistem Tanam Paksa dapat
dirangkum sebagai berikut:
a.
Produksi tanaman perdagangan untuk
pasar Eropa meningkat luar biasa. Produksi padi dan tanaman
perdagangan untuk pasar lokal mandek atau memburuk
b.
Meningkatnya tekanan atas tanah,
tetapi tekanan atas tenaga kerjalah yang melupakan ciri paling penting dari
sistem ini.
c.
Permintaan yang meningkat akan
tenaga kerja ini tidak hanya melupakan akibat dari sistem baru berupa kerja
paksa, tetapi juga akibat meningkatnya ketergantungan pada kerja kuli membangun
jalan, jembatan, irigasi, pelabuhan, benteng, gedung, dan pabrik, serta
permintaan akan transportasi dan tenaga kerja di bidang industry. Prasarana
yang lebih baik merupakan salah satu dampak sampingan itu.
d.
Moneterisasi yang semakin
meningkat adalah soal lain lagi. Ini tentu tidak berarti bahwa jawa sebelum
1830 adalah sebuah Naturalwirtschaft.
e.
Kedudukan para bupati dinaikan
bersamaan dengan penerimaan mereka pada budi daya dan peran baru mereka sebagai
pengawas tanaman yang diwajibkan sistem tanam paksa.
f.
Kepala desa kini diawasi lebih
ketat, terutama oleh pengumpul pajak dari pihak belanda. Keadaan ekonomi
pengumpul pajak ini mengalami perbaikan karena ia juga mendapat bagian dari
barang rampasan itui (persentase budi daya).
g.
Perubahan pemilikan tanah pribumi
secara turun temurun tetap berjalan
h.
Sistem ini menghasilkan cukup
banyak bahan statistic. Di sini saya hanya menyebut laporan budidaya tahunan
(cultuur verslag, disingkat CV) sejak tahun 1834, dan laporan Kolonial
tahunan (koloniaal verslag, disingkat KV) sejak 1849.
DAFTAR PUSTAKA
Sartono Kartodirjo, dkk, 1977, Sejarah Nasional
Indonesia, Jilid IV dan V, Jakarta: Balai Pustaka
Moedjanto, G. Drs. M.A., 1988, Sejarah Indonesia
Abad XX, Jilid I, Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Sartono Kartodirdjo, 1977, Sejarah Nasional
Indonesia Jilid IV, Jakarta: Balai Pustaka,
Komentar
Posting Komentar